1. Kembara Satu


Aku secara biologis adalah susunan sel yang saling berhubungan membentuk jaringan, organ dan seterusnya sampai membentuk tubuh manusia yang hidup. Saling dukung dan konektivitas susunan pembentuk tubuhku adalah mekanisme yang hidup, dan bukan hanya mekanisme motorik. Karena aku bukanlah robot yang dipenuhi dengan sambungan kabel dan memiliki daya dari baterai atau sumber energi. Bergerak maju mundur, diam, lari, memukul, menahan beban dan segala sesuatu yang bersifat mekanis. Lebih dari itu, aku memiliki rasa senang, duka, marah, nafsu seksual, nafsu untuk menang, nafsu untuk menindas, nafsu untuk berkuasa, sekaligus memiliki kesabaran, menahan diri, menghindar dari segala hal yang secara subyektif aku anggap buruk. Mendekat pada kebenaran subyektif dari bawah sadarku, sekecil apapun, seperti dalam bentuk menahan nafsu seksual, menahan nafsu untuk menang, dan mengasihani sesuatu yang tidak adil dan semena-mena, toleran, dan sifat-sifat mental lainnya. Rekaman sifat dan kepribadianku yang menuntun secara alamiah dan awalnya sebagai bentuk realisasi mentalitas dalam perilaku keseharian sebenarnya juga terekam dalam kode genetis DNA yang membentuk aku secara mental, serta God Spot yang membentuk aku yang spiritual.
Artinya, baik secara biologis, fisik, psikis maupun spiritual, selalu terhubung. Secara biologis diriku terbentuk dari mekanisme sel-sel yang aktif yang tidak disadari membentuk diriku sendiri. Aku secara biologis tidak bekerja secara sendiri-sendiri, tetapi merupakan hasil dari hubungan yang terkoneksi secara sinergis, simultan dan terikatnya seluruh bangunan-bangunan mikro menjadi bangunan makro tubuh. Tanpa itu aku tak dapat berfungsi secara biologis. Secara biologis kemudian aku melakukan gerak fisik, gerak tubuhku terkoneksi satu sama lain dalam bagian masing-masing penggerak fisik. Kakiku bergerak maju dimulai dari respon otak yang memerintahkan kaki melalui syaraf-syaraf untuk melakukan gerak. Aktifitas fisik tersebut dilakukan secara sadar oleh perintah otak dari keinginanku melakukan gerak maju. Keinginan adalah jalinan masalah psikologis, mental dan spiritual yang menyebabkan aku harus menggerakkan diriku untuk maju ke depan, apakah itu untuk respon menghindar dari sesuatu, atau menginginkan sesuatu yang ada di depanku. Keinginan adalah bentuk kesadaran psikologis maupun spiritual yang kemudian menggerakkan aktivitas biologis dan disalurkan melalui gerak fisik.
Tetapi, aku juga merekam pengetahuan yang aku tangkap secara langsung dan tidak langsung, yang dapat merubah persepsiku terhadap segala sesuatu dan bahkan dapat merubah sifat dasarku yang telah terekam dalam sifat genetisku. Meskipun sifat dasarku tidak tereduksi secara penuh, tetapi jelas terjadi percampuran bawah sadar, langsung maupun pemaksaan yang terjadi karena gesekan lingkungan. Lingkungan keluarga, sekolah, kampung, realitas sosial dimanapun aku berada, dalam bentangan waktu. Pasti telah mempengaruhi sifat dan watakku. Karena pengetahuan yang aku tangkap jelas merasuki relung perdebatan diri, analisa dan keluaran yang menuntunku melakukan segala sesuatu. Belum lagi aktivitas mental-spiritual yang aku lakukan baik secara normatif maupun secara kondisional, teah membentuk diriku yang berbeda dengan diriku yang lalu dan dengan lingkunganku. Kadar kemampuan biologis, fisik, pikiran, pengetahuan, psikis dan spiritual telah membuatku unik dan berbeda dengan siapapun. Dan hal itu berlaku pula pada setiap diri yang dinamakan manusia. Manusia yang memiliki jalinan keunikan dari fungsi-fungsi yang dipunyainya. Yang jelas, rekaman pengetahuanku bukan seperti robot yang perlu diinstall dan dikoding oleh alat yang dipasang sesuai keinginan pembuatnya. Robot adalah salah satu contoh kepatuhan tanpa reserve yang dapat dikemas sedemikian rupa sesuai dengan pembuatnya. Dia merusak, mengatur, menata, mengaduk-aduk dan seluruh aktivitas kerobotannya adalah berdasar pada hasil instalasi kebutuhan pembuatnya.
Diriku dengan segala makna pikiran dan realitas aksiku adalah implementasi dari hasil pikiranku yang bebas. Tetapi diriku juga tetap dibatasi oleh lingkungan di sekitarku, lingkungan sosial, budaya, alam dan seluruh lingkungan yang melingkupiku. Ketika aku di rumah, maka realitas hubungan dengan istri, anak-anakku pasti membatasi kepentingan dan ego pikiranku. Mentalitas sebagai manusia yang memiliki sifat-sifat paling baik dan sifat religiusitas harus dimaksimalkan di hadapan anak-anakku. Hal itu adalah rasional bagi siapapun, termasuk aku, bahwa nilai moral paling utama yang harus ditangkap oleh anak-anakku. Moral standar maupun moral religius yang harus dijalani sebagai bentuk normatif tidak pernah tercerabut dalam hubungan anak dan bapak di dunia ini menurutku.
Begitu pula, ketika aku berada dalam realitas sosial, hubungan sosial adalah sebuah kemustian yang tak pernah lepas dari diriku. Ada norma, tatanan dan relasi-relasi yang menghasilkan sebuah kepentingan egoistik maupun altruistik, spiritual. Itulah yang aku lakukan di kantor, di jalan, di pertemuan-pertemuan, di manapun. Saling memberi untuk kebaikan sesama tanpa menghilangkan kebaikan dan kepentingan diri maupun perasaan dosa dan pahala. Semua didasari oleh konsep religiusitas yang utama, dan kemudian keselarasan diri dan lingkungan. Ketika berbuat baik, pasti memunculkan nilai ketenangan bebas dari dosa sekaligus kesenangan pribadi-sosial. Akumulasi dan jalin berkelindannya ego moral, ego sosial dan ego spiritual adalah realitas diriku. Meskipun peringkat dan prosentasi ketiganya dalam setiap aktivitas relatif tidak sama, sesuai dengan kemampuan subyektifku sendiri. Sebaliknya, ketika berbuat tidak baik, pasti memunculkan kegundahan dan rasa berdosa, bersalah secara sosial dan bersalah secara pribadi. Aku, sosial dan religiusitas adalah hubungan pada makna baik dan buruk, benar dan salah, bertujuan dan tak bertujuan atas sesuatu. Itulah Self atau Diri menurutku

2 pemikiran pada “1. Kembara Satu

Tinggalkan komentar