Kita sejati itu sebagaimana manusia biasa, selalu saja dapat terjebak dalam absurditas dunia, karena memang begitulah manusia yang dikeluhkan para malaikat di awal penciptaan manusia. Kita sebagaimana manusia biasa dalam pandangan Allah SWT dengan derajat kearifannya sendiri, dengan pilihan absurditas dunianya berperilaku (1) jahat sejahat-jahat manusia atau tak paham sedang menjadi jahat; (2) brutus, sang musang berbulu domba, (3) keledai yang cinta lubang kebodohan, (4) egosentris, (5) penuh kepalsuan, (6) lugu, berbuat baik tak bertujuan; atau (7) memang tak perlu paham bahwa dirinya manusia suci sebenar-benarnya suci; semuanya hanya terletak pada satu hal, keikhlasan tanpa syarat.
Meskipun begitu, usaha untuk memperbaiki dirinya dan lingkungan sekitarnya adalah suatu kemustian menyejarah, dengan satu laku utama, bukan karena dilandasi kepentingan tertentu, selain kepentingan karena kecintaan dan ketundukannya kepada Allah. Laku ikhlas bukan seperti “turnamen” catur, karena bermain catur itulah senyatanya kelalaian yang melenakan, kepentingan mencapai sesuatu untuk kebahagiaan dirinya dengan membunuh realitas apapun yang ada di sekitarnya dengan sengaja. Itulah kepalsucian kesucian. Ya, karena kepalsuan kesucian muncul apabila setitik zarah kepentingan terbersit, apalagi kepentingan berujung memanfaatkan situasi, apalagi memanfaatkan manusia lainnya. Laku seperti itu sama saja dengan perilaku ingkar atas jati dirinya sebagai makhluk suci yang selalu menjalankan kebersihan akhlak, kesejatian akhlak.
Selamat menjalankan laku akhlak sejati, akhlak suci, tanpa kecerdasan diksi apapun sebagaimana RMP Sosrokartono menuliskan dan lakukan dengan nyata tanpa jeda: “Trimah mawi pasrah. Suwung pamrih, tebih ajrih. Langgeng, tan ana susah, tan ana seneng. Anteng mantheng, sugeng jeneng”. Biarkanlah lenyap itu semua kepentingan, seperti lirik Kla Project di tengah riuhnya petikan, ketukan, sentuhan beraneka alunan yang tetap saja menggelorakan harmoni nada ciptakan lagu “Bahagia Tanpamu“:
Tengah malam, saat suram, mengukur jalan
Bawa luka, masih segar oleh deraan
Tak ada arah, ikuti kaki melangkah
Lelampuan, jalan lengang, tersedu
Telah lama kuterbayang bakal terjadi
Burung terbang dari sarang tiada kembali
Adalah engkau memusnahkan kepercayaan
Langit hitam saksi meradang sukmaku
Usailah cerita, lelaki dan cinta
Terkunci pintu sampai akhir
Biar sepi memagut dan luka
Kubalut hari ke hari bahagia tanpamu
Biar hampa merayu sendiri
Berlalu hari ke hari bahagia tanpamu…
Hingga benar-benar hilang itu kepentingan, hingga menjadi sebagaimana dilantunkan Kla Project pula melalui alunan lagu “Tentang Kita”:
Hari-hari nan berdebu bersama dirimu yakin kuhadapi
Sambil merajut berdua anyaman benang angan yang kau tawarkan
Sekian lama ‘tuk mengerti dirimu jadi misteri yang kian terselami
Sekian jauh menilai kadar cinta tergali milikmu sejati
Sejuta asa yang sempat kutitipkan di dalam sinar matamu
Pribadi nan sederhana menjanjikan keteduhan kasih nan murni
Ternyata t’lah menjadi kebahagiaan hati yang tiada terperi
Mari genggam jemari memadu dua hati saling memiliki
Kembali, kembalilah kini segala asa berseri
Benahi, benahilah kini kepekaan nurani
Berjanji, berjanjilah kini tetap setia sampai selama-lamanya
Semoga kita selalu bergerak mengalir menuju kesejatian akhlak. Ya Allah tunjukilah aku jalan sebenar-benarnya jalan yang lurus lagi suci sebagaimana telah dilakukan oleh para pejalan laku suci dan bukannya pejalan laku ingkar. Amin yaa Rabbal Alamin.
Malang, 6 Rabiul Akhir 1441 (3 Desember 2019).
Ajidedim